Presiden Tetapkan Pihak Pelapor Baru Termasuk Advokat, Notaris dan Akuntan
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menunjuk Kantor Informasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) yang baru. Temuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) no. 43 Tahun 2015 tentang Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. PP menegaskan bahwa ada “pelapor baru” yang harus melapor ke Pusat Analisis dan Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK).
Entitas pelapor baru meliputi penyedia jasa keuangan pelapor, yaitu perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor. Pihak pelapor lainnya antara lain: pengacara, notaris, pencatat tanah, akuntan, auditor, dan perencana keuangan. Merupakan upaya memperkuat usaha atau kegiatan perusahaan atau lembaga sebagai sarana dan tujuan pencucian uang. Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan, sebagai Ketua Tim Penyusunan RPP, Ia mengaku sangat bersyukur dengan telah ditandatangani dan diberlakukannya RPP menjadi PP No. 43 Tahun 2014 sejak tanggal 23 Juni 2015. “Karena PP ini menunjukkan konsistensi komitmen kita untuk melaksanakan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU,” jelas Agus Santoso di Jakarta, Rabu (01/07). Ia menjelaskan, dengan bergabungnya kelompok profesi sebagai pihak pelapor PPATK, maka kelompok profesi ini akan terlindungi profesionalitasnya karena tidak mungkin lagi profesi tersebut disalahgunakan oleh oknum sebagai fasilitator atau sarana kejahatan TPPU. “Selain itu, profesi-profesi ini mau tidak mau menjadi harus mengenali profil pengguna jasanya dan menghindari atau wajib melaporkan nasabah / pihak yang transaksinya tergolong transaksi mencurigakan ataupun yang bertransaksi tunai Rp500juta ke atas,” terangnya. Mengingat penambahan pihak pelapor cukup signifikan jumlahnya, menurut Agus, hal tersebut akan berdampak langsung pada tugas PPATK yaitu upaya menyiapkan instrumen pelaporan yang efektif dan efisien sehingga tidak memberatkan pihak pelapor dan PPATK sendiri. Ia juga menegaskan PPATK akan melakukan sosialisasi dan edukasi dengan baik agar data yang dilaporkan pelapor baru akurat dan tersampaikan tepat waktu sehingga dapat mendukung tujuan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Wakil Direktur PPATK mengharapkan dukungan dan kerjasama para pelaku profesi dan asosiasi terkait untuk mendukung implementasi PP nomor 43 Tahun 2015 sehingga dapat secara efektif mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Implementasi ketentuan ini merupakan bukti komitmen berbagai pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan indonesia yang lebih baik.
Berikut Abstraksi PP No. 43 Tahun 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan amanat Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015, terdapat beberapa Pihak Pelapor “baru” dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pindana pencucian uang, sebagai berikut:
1. Perusahaan Modal Ventura;
2. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur;
3. Lembaga Keuangan Mikro;
4. Lembaga Pembiayaan Ekspor;
5. Advokat;
6. Notaris
7. Pejabat Pembuat Akta Tanah;
8. Akuntan;
9. Akuntan Publik; dan
10. Perencana Keuangan.
Peraturan Pemerintah ini mengatur antara lain mengenai kewajiban menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa, kewajiban pelaporan ke PPATK, dan pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan ke PPATK. Perusahaan Modal Ventura, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor wajib menyampaikan laporan ke PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU TPPU. Sedangkan Advokat, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Akuntan, Akuntan Publik dan Perencana Keuangan wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan ke PPATK untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa, mengenai:
a. pembelian dan penjualan properti;
b. pengelolaan terhadap uang, efek, dan/ atau produk jasa keuangan lainnya;
c. pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/ atau rekening efek;
d. pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau
e. pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum.
Peraturan Pemerintah ini juga mengatur pengecualian kewajiban pelaporan bagi advokat yang bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa, dalam rangka:
a. memastikan posisi hukum Pengguna Jasa; dan
b. penanganan suatu perkara, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa.
(Sumber: PPATK)